Masih sehat nak,..?
Gegara ikut mata kuliah filsafat
ilmu, semua ada filosopinya, bahkan rumput yang bergoyangpun, wajar ketika Ebit
G ade tak menemukan jawaban ia bertanya pada rumput yang bergoyang, ya tentu
bukan jawaban soal ujian,.
Masih sehat nak,..? itu kalimat
yang biasa kugunakan untuk menggoda putriku, sambil menempelkan punggung
tanganku di keningnya,.hal itu ketika ada pandangan berbeda tentang satu hal,
biasanya dia akan mempertahankan pendapatnya dengan jiwa mudanya. Dan ketika aku
memberikan argumen kenapa berbeda pendapat, jurus yang terakhir keluar dari
lisannya, “Abi tak mengerti, abi anak zaman dahulu”
Dan saya bilang “Anak SMA, umur
baru 17 tahun, garis orbitnya belum terlalu luas dari rumah, berkata abi tidak
mengerti, padahal abinya sudah lulus S1, umur sudah 40 tahun melalang buana
dimuka bumi, sudah banyak ketemu orang
pintar” (bukan paranormal ya,..), lalu kutanya “Masih sehat nak ?, tidak demam
kan?” ya biasanya aku rebahan di sampingnya sambil lihat wajah merengutnya
yang tak rela lepas dari android maupun laptopnya.
Keluargaku
Atau ketika aku masih kuliah S1
dulu, sedang diskusi tentang kualitas hadits, dosenku membantah paparanku dia
berkata “ Tak benar itu”, saya bilang “saya mengutip buku pak, musthalahal
hadits”, sang dosen berkata dengan santai “Tunjukan bukunya ?”, dan ketika
kutunjukan bukunya dengan penuh percaya diri dia berkata “Saya tahu siapa yang
nulis buku itu, namanya xxxxx kan?,
penulisnya itu masih S1, tahulah saya tentang hadits daripada dia, saya S2
hadits, 6 tahun belajar hadits” ????
Kukatakan “Jadi buku ini salah
pak, boleh saya coret yang salah? “ wal hasil karena terus mendebat dosen,
ketika KHS keluar aku diganjar dengan nilai A+, .... A+
ya?,.. Ya aku juga kaget, kirain bakal D.
Beberapa waktu yang lalu muncul
disertasi doktor yang kontroversial, setidaknya menurutku, aku belum baca
disertasinya, Cuma beberapa kali melihat sang Doktor yang baru lulus itu di
media TV swasta Nasional. Katanya hubungan sex non marital ala milkul yamin itu
terobosan baru, memberi solusi, dalam hal apa?, tahu ah,. Padahal dalam pola
pikirku yang belum pernah ikut S3, (maaf S2 aja belum) solusi apaan, bikin
geger ya,.
Ada ketidak ajegan, dan ketidak
relevanan dalam pemaknaan, kalau milkul yamin dimaknai budak, relevansi
penelitiannya dimana? Memang masih ada perbudakan sekarang?, ada yang jual?,
atau mau menghidupkan perbudakan ? padahal dosen-dosenku bilang buat penelitian
itu yang relevan !, atau kalau syaratnya tidak ditempat terbuka, jangankan sama orang
lain, sama istri juga kalau ditempat terbuka bakal rame, siapa juga yang mau
dilapangan, apalagi di jalan, bisa ketabrak mobil pak doktor? Atau bukan
perbudakan, tapi atas dasar suka sama suka, dilokalisasi juga suka sama suka,
Tapi saya belum S3, apa boleh
mengkritisi sang doktor, mengingat dua kisah yang saya tulis sebelumnya. Ada nggak
strata pemikiran yang didasarkan pada strata pendidikan ?,
Jadi rindu anak,.. aku hanya
khawatir ada masa perkembangan anakku yang terrenggut sewaktu kecil, hingga
masa itu kembali disaat kedewasaannya, dan itu masalah,.