Minggu, 03 November 2019

Strata Pemikiran


Masih sehat nak,..?
Gegara ikut mata kuliah filsafat ilmu, semua ada filosopinya, bahkan rumput yang bergoyangpun, wajar ketika Ebit G ade tak menemukan jawaban ia bertanya pada rumput yang bergoyang, ya tentu bukan jawaban soal ujian,.

Masih sehat nak,..? itu kalimat yang biasa kugunakan untuk menggoda putriku, sambil menempelkan punggung tanganku di keningnya,.hal itu ketika ada pandangan berbeda tentang satu hal, biasanya dia akan mempertahankan pendapatnya dengan jiwa mudanya. Dan ketika aku memberikan argumen kenapa berbeda pendapat, jurus yang terakhir keluar dari lisannya, “Abi tak mengerti, abi anak zaman dahulu”
Dan saya bilang “Anak SMA, umur baru 17 tahun, garis orbitnya belum terlalu luas dari rumah, berkata abi tidak mengerti, padahal abinya sudah lulus S1, umur sudah 40 tahun melalang buana dimuka bumi,  sudah banyak ketemu orang pintar” (bukan paranormal ya,..), lalu kutanya “Masih sehat nak ?, tidak demam kan?” ya biasanya aku rebahan di sampingnya sambil lihat wajah merengutnya yang tak rela lepas dari android maupun laptopnya.


Keluargaku

Atau ketika aku masih kuliah S1 dulu, sedang diskusi tentang kualitas hadits, dosenku membantah paparanku dia berkata “ Tak benar itu”, saya bilang “saya mengutip buku pak, musthalahal hadits”, sang dosen berkata dengan santai “Tunjukan bukunya ?”, dan ketika kutunjukan bukunya dengan penuh percaya diri dia berkata “Saya tahu siapa yang nulis buku itu, namanya xxxxx  kan?, penulisnya itu masih S1, tahulah saya tentang hadits daripada dia, saya S2 hadits, 6 tahun belajar hadits”  ????
Kukatakan “Jadi buku ini salah pak, boleh saya coret yang salah? “ wal hasil karena terus mendebat dosen, ketika KHS keluar aku diganjar dengan nilai A+, ....    A+   ya?,.. Ya aku juga kaget, kirain bakal D.

Beberapa waktu yang lalu muncul disertasi doktor yang kontroversial, setidaknya menurutku, aku belum baca disertasinya, Cuma beberapa kali melihat sang Doktor yang baru lulus itu di media TV swasta Nasional. Katanya hubungan sex non marital ala milkul yamin itu terobosan baru, memberi solusi, dalam hal apa?, tahu ah,. Padahal dalam pola pikirku yang belum pernah ikut S3, (maaf S2 aja belum) solusi apaan, bikin geger ya,.
Ada ketidak ajegan, dan ketidak relevanan dalam pemaknaan, kalau milkul yamin dimaknai budak, relevansi penelitiannya dimana? Memang masih ada perbudakan sekarang?, ada yang jual?, atau mau menghidupkan perbudakan ? padahal dosen-dosenku bilang buat penelitian itu yang relevan !, atau kalau syaratnya tidak ditempat terbuka, jangankan sama orang lain, sama istri juga kalau ditempat terbuka bakal rame, siapa juga yang mau dilapangan, apalagi di jalan, bisa ketabrak mobil pak doktor? Atau bukan perbudakan, tapi atas dasar suka sama suka, dilokalisasi juga suka sama suka,

Tapi saya belum S3, apa boleh mengkritisi sang doktor, mengingat dua kisah yang saya tulis sebelumnya. Ada nggak strata pemikiran yang didasarkan pada strata pendidikan ?,

Jadi rindu anak,.. aku hanya khawatir ada masa perkembangan anakku yang terrenggut sewaktu kecil, hingga masa itu kembali disaat kedewasaannya, dan itu masalah,.