Jumat, 28 Juni 2013

Siapa yang Paling Dermawan?

Siapa Yang Paling Dermawan ?

Al-Waqidy bercerita, "Suatu saat saya berada dalam himpitan ekonomi yang begitu keras. Hingga tiba bulan Ramadhan, saya tidak punya uang sedikit pun. Saya bingung, lalu saya menulis surat kepada teman saya yang seorang alawy (keturunan 'Ali bin Abi Thalib). Saya memintanya meminjamkan saya uang sebesar seribu dirham. Dia pun mengirimkan uang itu kepada saya dalam sebuah kantong yang tertutup. Kantong itu lalu saya taruh di rumah.... Malam harinya saya menerima sepucuk surat dari teman saya yang lain. Dia meminta saya meminjamkan uang seribu dirham kepadanya untuk kebutuhan bulan puasa. Tanpa pikir panjang, saya kirim kantong berisi seribu dirham itu kepadanya dalam keadaan masih tertutup tanpa pernah saya buka. 

Besok harinya, saya kedatangan teman yang saya kirimi uang, juga teman alawy yang meminjamkan saya uang. Yang alawy itu menanyakan kepada saya perihal uang seribu dirham itu. Saya jawab, bahwa saya telah mengeluarkannya untuk suatu keperluan. Tiba-tiba ia mengeluarkan kantong itu sambil tertawa dan berkata, "Demi Allah, bulan Ramadhan sudah dekat, saya tidak punya apa-apa lagi kecuali seribu dirham ini. Setelah engkau menulis surat kepada saya, saya kirim uang ini padamu. Sementara itu saya juga mengirim surat kepada teman kita yang satu ini untuk pinjam uang. Lalu ia mengirimkan kantong ini kepada saya. Saya pun kemudian bertanya, bagaimana ceritanya hingga bisa begini? Dia pun menceritakannya kepada saya. Lalu sekarang kami datang ke sini untuk membagi uang ini bertiga. Semoga Allah akan memberikan kelapangan kepada kita semua."

Al-Waqidy berkata, "Saya berkata pada kedua teman itu, 'Saya tidak tahu siapa di antara kita yang lebih dermawan dari yang lainnya." Kemudian kami membagi uang itu untuk bertiga. Bulan Ramadhan pun tiba dan saya telah membelanjakan sebagian besar hasil pembagian itu. Akhirnya perasaan gundah datang lagi. Saya pikir, bagaimana ini?

Tiba-tiba datanglah utusan Yahya bin Khalid al-Barmaki di pagi hari meminta saya untuk menemuinya. Ketika saya menemui Yahya al-Barmaki, dia berkata, "Hai al-Waqidy! Tadi malam aku bermimpi melihatmu, kondisimu saat itu sangat memprihatinkan. Coba jelaskan ada apa denganmu?"

Maka, saya menjelaskan keadaan saya sampai pada kisah tentang teman saya yang alawy, teman yang satu lagi serta uang yang seribu dirham. Lalu dia berkomentar, "Aku tidak tahu siapa di antara kalian yang lebih dermawan." Selanjutnya, dia memerintahkan agar saya diberi uang tiga puluh ribu dirham, dan dua puluh ribu dirham untuk kedua teman saya. Dan dia meminta saya untuk menjadi qadhi."

Sumber :  Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Jumat, 07 Juni 2013

Nyebelin,...

@princess_PKS : |Dek, nyita hatimu, boleh? | Boleh, sesuai aturan ya...jumpai orang tua bla..bla.. | Eh, harus? | Gak usah nyebelin ky KPK de bang...



Transkrip diatas saya kutip dari status fb teman, yang mungkin ingin menggambarkan betapa kesal, kecewa terhadap kinerja KPK, maklum kinerja KPK dinilai tidak adil oleh teman-teman di PKS, yang sepertinya begitu gencar membongkar kasus LHI, seakan lupa dengan kasus besar lain yang begitu besar merugikan negara. Belum lagi isu pembubaran PKS ikut dihembuskan, lha wong yang sudah masuk LP saja partainya gak dibubarin, kok yang belum terbukti mau dibubarin, nyebelin !.



Tapi bukan PKS atau KPK nya yang menjadi titik tekan dalam tulisan ini, satu kata saja “ Nyebelin”, walaupun saya sendiri khawatir kalau kata nyebelin identik dengan komisi anti rasua tersebut, mau jadi apa pemberantasan korupsi di negeri ini, tapi biarlah itu urusan KPK dan teman-teman yang punya akses untuk itu yang mengingatkannya.



Menurut KBBI nyebelin berasal dari kata “sebel” artinya mendongkol karena kecewa, kesal dan sebangsanya. Perasaan kecewa biasanya hadir ketika harapan tak sesuai kenyataan, apa yang diinginkan tak sesuai realita, ketika kesalahan terjadi berulang-ulang, ketika ada kesenjangan dan ketidakadilan, ketika dikerjain teman, ketika konsultasi proposal skripsi berkali-kali tak di acc dan banyak lagi. Berbagai ekspresipun bisa dilihat kalau orang lagi sebel, ada yang ngomel, cemberut, manyun, walau demikian sebel sebenarnya kerjaan hati. Sebagai manusia kita punya potensi untuk memiliki rasa itu, keinginan kita begitu banyak sementara kemampuan terbatas, dan bukan sekedar punya potensi untuk memiliki rasa sebel, kita juga punya potensi membuat orang lain merasa sebel alias menyebalkan.



Ketika orang sebel karena keteledoran, mungkin kata maaf masih ringan terucap, sayangnya ada orang-orang yang kadang justru merasa senang dan menang, ketika menjadi sebab rasa sebel  mampir ke hati orang. Menjadi menyebalkan mendatangkan kepuasan tersendiri, parah deh !



Karena sebel memang kerjaan hati maka urusannya juga kembali ke hati. Dalam sebuah hadits yang dijelaskan dalam kitab Musnad Imam Ahmad Rasululloh saw, bersabda yang artinya “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, tidaklah menetapkan sesuatu melainkan itu baik baginya, jika mendapatkan kebahagiaan ia bersyukur, maka yang demikian merupakan kebaikan baginya. Jika mendapatkan kesusahan ia bersabar maka yang demikian merupakan kebaikan baginya”  (HR Muslim)



Merujuk pada hadits diatas hendaknya apapun yang terjadi dapat mendatangkan kebaikan pada kita, mau senang mau susah, mau kerja atau dikerjain, kita semestinya dapat mendapatkan kebaikan dari masalah yang kita hadapi,  jadi tak ada salahnya kalau menganonimkan sebel dengan senang betul.



Buat teman- teman PKS tetap semangat dalam kebaikan, semuanya baik kok, tinggal kita menyikapinya.

 

Pengembangan Sistem Pendidikan Pesantren




PENGEMBANGAN SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN










MAKALAH
TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN



OLEH:
MUSTOLIH



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUMI SILAMPARI
LUBUK LINGGAU
2012




A.      PENDAHULUAN
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan. Tidak sedikit pemimpin bangsa yang ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren.
 Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di nusantara. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren.
Namun, kini reputasi pesantren tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas sosial. Problem sosialisasi dan aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan, yaitu terjadi kesenjangan, alienasi (keterasingan) dan differensiasi (pembedaan) antara keilmuan pesantren dengan dunia modern. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap berkompetisi dengan lulusan umum dalam urusan profesionalisme di dunia kerja. Dunia pesantren dihadapkan kepada masalah-masalah globalisasi, yang dapat dipastikan mengandung beban tanggung jawab yang tidak ringan bagi pesantren.
Semakin disadari, tantangan dunia pesantren semakin besar dan berat dimasa kini dan mendatang. Paradigma “mempertahankan warisan lama yang masih relevan dan mengambil hal terbaru yang lebih baik” perlu direnungkan kembali. Pesantren harus mampu mengurai secara cerdas problem kekinian kita dengan pendekatan-pendekatan kontemporer. Disisi lain, modernitas, yang menurut beberapa kalangan harus segera dilakukan oleh kalangan pesantren, ternyata berisi paradigma dan pandangan dunia yang telah merubah cara pandang lama terhadap dunia itu sendiri dan manusia.
Salah satu hal yang perlu dimodifikasi adalah system pendidikan pesantren. System pembelajaran tradisional, yaitu sorogan, bandongan, balaghan, atau halaqah seharusnya mulai diseimbangkan dengan system pembelajaran modern. Dalam aspek kurikulum juga seharusnya kalangan pesantren berani mengakomodasi kurikulum pemerintah dan mengembangkan sesuai kebutuhan..
B.       PEMBAHASAN
1.      Pengertian Sistem Pendidikan di Pesantren
Menurut Muzayyin Arifin sistem dapat di artikan suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain saling berhubungan dan saling memperkuat, untuk mencapai tujuan.[1]  Secara umum sistem dapat berarti suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaannya tergantung kepada berbagai faktor yang erat hubungannya dengan pencapaian tujuan tersebut.
Sistem Pendidikan di Pesantren artinya sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan di pondok pesantren. Karena pesantren merupakan subsistem pendidikan yang ada di Indonesia maka tujuan pendidikan di pesantren secara umum juga mengacu pada tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan Pesantren secara bahasa, berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an (pesantrian) yang berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan kata santri sendiri berasal kata “sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf[2]. Unsur- unsur pesantren menurut Zamakhsari Dofier ada lima : pondok, santri, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.[3]
Di Indonesia, istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana.
2.      Dinamika Pesantren Mulai Ada Hingga Sekarang
Dalam perspektif sejarah, lembaga pendidikan ini telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang, sejak sekitar abad ke-18. Pada era 1970-an, pesantren mengalami perubahan yang sangat signifikan yang tampak dalam beberapa hal. Pertama, peningkatan secara kuantitas terhadap jumlah pesantren. Kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren tersebut diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:
a.    Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan  maupun yang juga memiliki sekolah umum. Seperti Pesantren Denanyar Jombang, Pesantren Darul Ulum Jombang, dan lain-lain.
b.    Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk Madrasah Diniyah, seperti Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Ploso Kediri, Pesantren Sumber Sari Kediri, dan lain sebagainya.
c.    Pesantren  yang  hanya  sekedar  manjadi  tempat pengajian, seperti Pesantren milik Gus Khusain Mojokerto.
d.    Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk Madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional. Dengan kata lain, ia mengunakan kurikulum sendiri. Seperti Pesantren Modern Gontor Ponorogo, dan Darul Rahman Jakarta.
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa beberapa pesantren ada yang tetap berjalan meneruskan segala tradisi yang diwarisinya secara turun temurun, tanpa ada perubahan dan improvisasi yang berarti, kecuali sekedar bertahan. Namun ada juga pesantren yang mencoba mencari jalan sendiri, dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik dalam waktu singkat. Pesantren semacam ini adalah pesantren yang kurikulumnya berdasarkan pemikiran akan kebutuhan santri dan masyarakat sekitarnya.
Meskipun demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencerabut pesantren dari akar kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi sebagai: (1) Lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu pengetahuan agama (tafaqquh fi addin) dan nilai-nilai islam (Islamic values). (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial (social control). (3) Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (Social engineering). Perbedaan-perbedaan tipe pesantren diatas hanya berpengaruh pada bentuk aktualisasi peran-peran ini.
3.         Sistem Pendidikan Di Pesantren
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama-sama dan belajar dibawah bimbingan seorang kiyai. Ada tiga alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi santrinya :
a.         Pertama, kemashuran seorang kiyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam, menarik santri-santri dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari kiyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama , untuk itu ia harus menetap.
b.         Kedua, hampir semua pesantren berada di desa-desa di mana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk menampung santri-santri, dengan demikian perlulah adanya asrama khusus para santri. 
c.          Ketiga, ada timbal balik anrtara santri dan kiyai, di mana para santri menganggap kiyainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri, sedang para kiyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi.
Disamping alasan-alasan diatas, kedudukan pondok sebagai salah satu unsur pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya diantaranya adalah santri dapat dikondisikan dalam suasana belajar sepanjang hari.Kehidupan berasrama para santri juga sangat mendukung bagi pembentukan kepribadian. Di dalam asrama memungkinkan untuk mempraktekkan apa-apa yang telah dipelajari. Nilai-nilai agama yang secara normatif dipelajari di kelas, dapat dilatihkan untuk disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan begitu dimungkinkan mereka tidak hanya menjadi “having” tetapi “being”.


4.         Pengembangan Sistem Pendidikan di Pesantren
Pengembangan sistem pendidikan di pesantren hendaknya dilakukan secara terpadu, tidak hanya melihat pada satu sisi tetapi melihat seluruh komponen pesantren sebagai satu kesatuan yang utuh yang saling berkaitan. Pemikiran dan operasionalisasi menejemen pendidikan terpadu akan banyak ditentukan oleh tujuan dan arah keterpaduan, yang menyatakan bahwa arah pendidikan di Pondok Pesantren saat ini adalah dalam pembinaan IMTAQ, IPTEK dan Skill fungsional atas dasar kebutuhan.  Keterpaduan akan ditekankan dalam menata manajemen dan implementasinya yang untuk saat ini harus dimiliki oleh lembaga pendidikan pesantren dengan strategi pengembangan pendidikan yang telah dirumuskan.
Atas dasar beberapa pemikiran di atas, pembahasan kita berfokus pada masalah Implementasi dari stategi pendidikan pesantren. Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak,  baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai, dan sikap.  Pengembangan sistem pendidikan antara lain :
a.    Kurikulum
1   Penerapan kurikulum dengan prosentase yang proporsional, disamping mengacu pada SKL dan SI yang ditetapkan BSNP, pesantren harus mampu mengembangkan kurikulum agar output dari pesantren mampu bersaing dengan lulusan sekolah umum di dunia kerja.
2)    Pesantren atau sekolah memiliki kelenturan dalam menentukan waktu serta pesantren bisa merubah beberapa pelajaran yang diangap penting
3   Pembentukan standar inti kompetisi untuk menjaga kualitas pendidikan .
b.    Sarana dan Prasarana
Pengadaan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan di pesantren
c.    Tenaga pendidikan.
1)    Kepala sekolah atau pengelola pesantren diberi  pelatihan-pelatihan tentang prinsip-prinsip kependidikan secara umum dan bertahap, agar memiliki keluasan dalam pengelolaan manajemen pesantren,  kemandirian serta kebijakan yang luas, jauh dari intervensi.
2)   Seleksi penerimaan, pengangkatan, penempatan dan penghargaan  ustadz atau asatidz disesuaikan dengan kemampuan (kompetensi) yang mengikuti standart pemerintah dan pesantren.
3)   Pengawas atau komite pesantren  diberikan pelatihan-pelatihan tentang prinsip-prinsip pendidikan dan kepengawasan  menumbuhkan profesionalitas pengawasan.
d.    Pengembangan Anggaran
Disamping pesantren harus dapat mencari sumber dana untuk pembiayaan kegiatan, pesantren juga didorong untuk mandiri, memiliki aset sebagai sumber pendanaan sehingga tidak mengandalkan santri, donatur maupun pemerintah. Dalam penggunaan angaran pesantren, hal yang paling mendasar adalah memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1)        Dana pembangunan, pengeluaran dana ini diatur dan digunakan untuk pembangunan dan pembenahan sarana fisik lembaga, dana ini di sesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah ustadz serta peserta didik yang ada di lembaga pendidikan tersebut.  
2)        Dana rutin,  dana rutin adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional satu tahun anggaran. Dana rutin pengunaanya meliputi pelaksanaan progam belajar mengajar, pembayaran gaji ustadz maupun personil, serta pemeliharaan dan perawatan sarana prasarana lembaga pendidikan.
Dari kedua prinsip ini dapat di jabarkan sebagai berikut:
1)        Membangun unit belajar/ruang kelas baru berikut sarana-prasarananya termasuk sarana olahraga, yang ditempuh baik melalui anggaran pemerintah (pusat dan daerah) maupun melalui pemberdayaan pertisipasi masyarakat dengan pengelolaan yang efisien dan kontrol yang semakin ketat.
2)        Mengembangkan model-model alternatif layanan pendidikan yang efisien dan relevan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung, baik kerena persoalan ketidakmampuan biaya maupun persoalan konflik sosial politik, untuk selanjutya dioperasionalkan oleh pengelola pendidikan daerah.
3)        Memberikan beasiswa kepada keluarga miskin dan kepada siswa yang berprestasi dan bagi siswa yang secara sosial ekonomis tidak beruntung, yang bersumber dari pemerintah dan/atau masyarakat dengan memperhatikan prinsip pemberdayaan, kesempatan, pemerataan dan keadilan. Berkerjasama denga  lembaga-lembaga lain. Baik negeri maupun  swasta dalam bentuk imbal swadaya, sehingga lebih berdaya dalam mengelola pendidikan serta memacu partisipasi yang semakin meluas dari instansi lainnya.   

C.       PENUTUP
Pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam  perlu dipertahankan keberadaannya, akan tetapi pesantren harus mampu bersaing dengan sekolah umum disamping fungsinya sebagai sekolah keagamaan. Untuk itu pengembangan pesantren harus terpadu mencakup semua aspek pesantren  itu sendiri. Pengembangan sistem pembelajaran, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, sarana dan prasarana termasuk penggunaan dan sumber dana.














DAFTAR PUSTAKA

Haidar Putra Dualay, Pendidikan Islam Dlam Sistem Pendidikan Nasional, Prenada Media Group, Jakarta 2004
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta : 2009,
Rachim, Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren, Wordpress.com, 8 April 2012



[1]     Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta : 2009, hal.245
[2]     Rachim, Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren, Wordpress.com, 8 April 2012
[3]      Haidar Putra Dualay, Pendidikan Islam Dlam Sistem Pendidikan Nasional, Prenada Media Group, Jakarta 2004, hal.31